Tanggal 9 Juni 2025, tepat pukul 20.00 WITA, untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Bumi Etam, Samarinda, Kalimantan Timur. Langit malam menyambut dengan gerimis yang perlahan berubah jadi hujan deras. Udara terasa lembap, dingin, dan jujur saja, suasananya cukup sendu. But deep down, I knew this wasn’t just another city to visit, this was the beginning of something big.
Bukan buat liburan, bukan juga sekadar numpang lewat. I came here for good. Karena beberapa waktu sebelumnya, aku resmi dinyatakan lulus CPNS dan ditempatkan di Samarinda. Rasanya campur aduk, antara bangga, haru, dan honestly, a bit nervous too.
Mobil yang menjemputku melaju perlahan menembus hujan malam. Sepanjang jalan menuju tempat tinggal sementara, aku menatap keluar jendela. Samarinda terlihat sedikit asing, tapi punya pesona yang sulit dijelaskan. Lampu-lampu kota memantul di jalanan yang basah, menciptakan bayangan yang tenang namun misterius. Ada perasaan yang tak bisa dihindari, this is a whole new chapter.
Aku membawa 2 koper (1 ukuran besar dan 1 lagi ukuran kecil) sedikit basah terguyur hujan saat diturunkan dari bagasi mobil. Aku pandangi sekeliling tempat tinggalku yang baru (kosan) yang telah ku booking satu minggu sebelumnya, lalu mendongak ke langit. Well, hello Samarinda. I guess this is home now.
Sesampainya di kamar, aku duduk sebentar sebelum membongkar barang. Rasanya sunyi, hanya suara hujan yang menemaniku. Tapi anehnya, aku tidak merasa sendirian. Karena dalam diam, aku bisa mendengar harapan-harapan kecilku berbisik you made it here. Now go make it matter.
Besok mungkin aku masih akan bingung cari warung makan, mungkin juga nyasar cari kantor. Tapi itu bagian dari proses. I’m not just here to work, I’m here to grow, to learn, and to serve. Karena menjadi CPNS bukan cuma soal status, tapi soal tanggung jawab. Tentang bagaimana aku bisa memberi makna pada setiap tugas, meski kecil sekalipun.
First impression? Kota ini terasa tenang tapi punya aura kuat. Hujan yang turun malam itu kayak jadi simbol, tentang kehidupan baru yang sedang disirami harapan. Meski jauh dari keluarga dan semua yang familiar, aku tahu ini adalah langkah yang benar. Karena mimpi kadang memang butuh keberanian untuk benar-benar hidup di dalamnya.
Aku teringat kalimat yang pernah kubaca kadang, tempat baru tidak selalu menyambut dengan pelangi. Tapi justru lewat hujan, ia mengajarkan bahwa tumbuh dimulai dari basah. Dan malam itu, hujan menjadi saksi, bahwa aku tidak hanya datang sebagai pendatang, tapi sebagai seseorang yang siap berkontribusi.
Dan malam itu, dengan tubuh lelah dan hati yang tenang, aku tersenyum sambil berkata dalam hati, selamat datang di hidup barumu, kamu bisa.
Yuppph di sinilah aku sekarang, siap menulis cerita baru. Bukan lagi tentang aku yang mencari, tapi tentang aku yang menjalani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar